My World
Oleh: Aira
Nugrahayu
Kau tahu bagaimana rasanya hidup seperti orang mati? Oh
salah, bahkan mungkin aku sudah dibilang mati. Wajah pucat, pikiran tak karuan,
penampilan tak terawat. Yah, aku seperti zombie. Mungkin aku bisa dibilang
seorang zombigaret. Gaya hidup tak sehat, suka merokok, bahkan mengkonsumsi
obat-obat terlarang membuatku menjadi manusia setengah mati ini. Salah siapa
aku jadi seperti ini? Mereka, kedua orang tuaku yang begitu egois dan
mengabaikanku. Membuatku frustasi dan akhirnya berlari pada candu rokok.
Candunya membuatku dapat melupakan sejenak frustasiku. Tapi aku mengerti, ini
hanya salahku.
Sore itu, kulangkahkan kakiku dengan gontai. Bagaikan mayat hidup yang berjalan tanpa tujuan. Kakiku berhenti pada sebuah bangku taman. Kuputuskan untuk duduk dan menikmati rokok ini lagi. Tak peduli pada badanku yang sudah kering kerontang akibat bahan- bahan beracun itu.
Sore itu, kulangkahkan kakiku dengan gontai. Bagaikan mayat hidup yang berjalan tanpa tujuan. Kakiku berhenti pada sebuah bangku taman. Kuputuskan untuk duduk dan menikmati rokok ini lagi. Tak peduli pada badanku yang sudah kering kerontang akibat bahan- bahan beracun itu.
"Kau seharusnya berhenti merokok," kudengar
suara seorang laki-laki yang entah sejak kapan duduk di sampingku. Aku hanya
meliriknya sekilas. Masa bodoh dengan ucapannya.
"Kau tahu betapa bodohnya orang-orang yang
menyia-nyiakan hidupnya karena benda beracun itu?"
"Jangan ikut campur, lagipula aku sudah mati."
Benar, dengan tubuhku yang
sudah rusak seperti ini, tak pantas
jika dibilang masih hidup. Laki-laki tadi hanya tersenyum tipis menanggapi
ucapanku.
"Kau lihat rumah itu?" Ia menunjuk ke arah
barat taman.
"Itu adalah rumahku, kau bisa datang jika kau
mau." Aku hanya memandangnya sekilas dan
tersenyum remeh.
Saat sampai
di rumah, tiba-tiba aku merasakan nyeri pada dadaku, rasanya sesak. Seperti ada
tali yang begitu kuat mengikat dadaku. Tak berapa lama setelah itu, batuk yang
hebat menyerangku. Rasanya seperti semua isi dada dan perut ikut keluar ketika
aku batuk. Sakit dan nyeri. Sudah hampir setahun keadaanku seperti ini. Tapi
aku tak pernah berniat untuk memeriksakannya pada dokter. Lagipula siapa yang
peduli? Aku bosan dengan kehidupanku yang berantakan. Di dunia yang kejam ini
aku seperti tak diharapkan, karena itulah aku mencoba menemukan duniaku
sendiri. Dunia yang hanya ada rasa damai dan bahagia di dalamnya. Tentu dengan
rokok yang selalu setia menemaniku. Bagiku, rokok sudah seperti sahabat sejati.
Aku tak bisa hidup jika tanpanya.
Kubuka lagi
sebungkus rokok, ini sudah bungkus ketiga sejak siang tadi. Kunyalakan korek
api dan membakar ujung rokok tersebut. Setelah menyala, kuhirup dalam-dalam
asap rokok. Kubiarkan sejenak asapnya memenuhi ruang di paru-paruku. Hangat,
setidaknya dapat menghangatkan kebekuan yang kurasakan selama ini. Tapi
tiba-tiba aku terbatuk lagi. Kali ini sangat keras sampai membuat jantung dan
tenggorokanku ikut sakit. Kulihat sebercak darah di tanganku. Darah ini keluar
dari mulutku. Aku hanya tersenyum miris. Ada sesuatu yang terjadi bukan?
Sesuatu yang buruk. Apa sebaiknya aku pergi ke dokter untuk mengetahui apa yang
terjadi dengan keadaanku? Baiklah, mungkin esok lusa aku akan pergi ke dokter.
Hanya untuk memastikan.
Kulihat sebuah
lembaran diagnosa tentang penyakitku. Kanker paru-paru stadium akhir, benar-benar menyedihkan. Aku menatap langit biru yang begitu cerah pagi ini. Tapi secerah apapun
hari ini, bagiku tetap suram. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat dengan laki-laki
yang kemarin lusa menemuiku. Kuputuskan untuk pergi ke rumahnya. Suasananya
sepi. Kuketuk pintu rumahnya beberapa kali, tapi tak kunjung dibukakan. Aku mencoba
membuka pintu rumah itu dan
ternyata pintunya tidak dikunci. Lalu dengan beraninya
aku masuk ke dalam.
Rumah ini berantakan, bau menyengat minuman keras
masih tercium. Aku tersenyum remeh. Dia mengatakan padaku untuk berhenti
merokok, tapi dia sendiri juga sama sepertiku. Tapi tatapanku tiba-tiba
terhenti ketika ada seseorang tergeletak dengan keadaan mengenaskan. Aku
menutup mulutku. Laki-laki yang kemarin, dia sudah mati. Dengan darah yang keluar dari mulutnya dan punting rokok yang bahkan masih ada di
mulutnya. Aku segera berlari keluar dari rumah itu. Ketika sampai di rumah,
nafasku tersengal dan kurasakan sakit yang luar biasa pada paru-paruku. Lalu
semua tampak buram dan akhirnya gelap.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar