Kamera pengintai

Jumat, 13 Februari 2015

PUISI AIRA



Bahasa Sederhana

Oleh: Ananda Debie Ikrar Jamen Putri

Ini bukan bahasa kiasan untuk menggambarkan sebuah perasaan

Hanya bahasa sederhana dan apa adanya tanpa makna yang tersembunyi

Coba kau baca dan pahami

Jika kau tanya “Apa itu cinta?”

Cinta adalah kebahagiaan

Jika kau tanya “ Mengapa Kebahagiaan?”

Karena aku merasa bahagia dengan cinta

Jika kau tanya “Kenapa bahagia dengan cinta?”

Karena cinta adalah kebahagiaan

Begitu sederhana bukan?

Karena cinta sebenarnya adalah bahasa sederhana

Bahasa sederhana dengan makna sederhana pula

Sangat sederhana hingga tak ada kebohongan di dalamnya

Inilah bahasa sederhana itu…

“Cinta adalah kebahagiaan”

 

Hujan


Oleh: Ananda Debie Ikrar Jamen Putri

Hujan…
Kutorehkan kesedihan ini dalam setiap tetesmu
Demikian rupanya hingga keruh berpudar warna
Menghalau segala kisah agar tak terulang kembali
Angin semilir berubah menjadi badai
Ketika mentari enggan menyapa kembali
Kualihkan hati sejenak tuk memendam lara
Dingin ini…
Menguasai raga dan tulangku
Membekukan rasa hingga membiru
Sunyi membungkam beribu masa
Mengukirkan kenangan pahit begitu dalam
Hingga waktupun enggan melirik
Hujan…
Membasahkan benang-benang alur kehidupan
Hingga kusut tak berbentuk
Menanamkan kehampaan yang memebelit rasa
Hingga hambar terkubur duka
Halilintar dengan tegasnya saling menyambar
Meluluhlantakkan hati kecil yang tengah terluka
Mendung ini…
Menghalangi sang putih tuk memancarkan pesonanya
Melukiskan mimpi buruk dalam lembaran hari
Hingga menguapkan lautan cinta yang penuh keindahan
Mengundang sepi hingga menahan tawa yang membuncah

RESENSI NOVEL: KUBAH






Resensi Novel

Judul Buku                  : Kubah                                  
Pengarang                   : Ahmad Tohari          
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit                : 2012
Jumlah Halaman          : 216  halaman, ukuran 20 cm


Kubah adalah karangan fiksi yang ditulis oleh Ahmad Tohari yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1995 oleh Gramedia Pustaka Utama. Novel ini mengangkat kisah yang berlatar saat terjadi kerusuhan tahun 1965. Dimana dalam novel ini Ahmad Tohari menyajikan kisah yang menarik yang dialami oleh seorang pemuda bernama Karman.
Karman adalah seorang pemuda yang lahir di Pegaten pada tahun 1955. Ia terlahir dari keluarga priayi karena ayahnya adalah seorang mantri. Namun, saat terjadi peperangan, hidup keluarganya berubah menjadi berantakan. Ia, ibu dan adik perempuannya hidup amat sederhana. Sampai suatu hari, Haji Bakir yang merupakan tetangga Karman memilih untuk mengasuhnya dan mempekerjakan Karman di keluarga mereka. Karman bahkan sudah dianggap seperti anggota keluarga sendiri oleh Haji Bakir.
Selama bersama keluarga Haji Bakir inilah, Karman juga mengenal Rifah yang merupakan putri dari Haji Bakir. Dari kecil Karman dan Rifah selalu bersama. Hingga mereka dewasa, Karman ternyata jatuh cinta dengan Rifah. Namun, suatu hari saat Karman hendak melamar Rifah, ternyata Rifah sudah lebih dahulu dilamar oleh orang lain dan Haji Bakir menyetujuinya.
Karena merasa kecewa, Karman akhirnya membenci keluarga Haji Bakir dan kesempatan ini digunakan oleh Triman dan Margo yang merupakan anggota dari komunis untuk mempengaruhi Karman agar menjadi pendukung mereka. Tanpa Karman sadari, ia telah terjebak oleh pengaruh Triman dan Margo. Hingga pada tahun 1965, saat terjadi penumpasan PKI, Karman juga ikut ditangkap walau sebelumnya bisa melarikan diri dan bersembunyi untuk beberapa waktu.
Dalam masa pengasingannya ini, Marni yang merupakan istri Karman memutuskan untuk menikah lagi. Marni merasa kesulitan menopang hidup dirinya dan kedua anak Karman. Hal ini membuat Karman yang masih berada di pengasingan merasa kehilangan semangat hidup dan ia hampir saja memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Dalam novel ini, pengarang dapat memaparkan cerita dengan kalimat yang menarik dan komunikatif. Pengarang berusaha menunjukkan sisi lain di balik peristiwa kerusuhan tahun 1965. Namun meskipun begitu, novel ini memiliki alur yang masih terkesan membingungkan.
Secara keseluruhan novel ini sangat bagus dan cocok dibaca oleh kalangan remaja dan dewasa.

TIPS: MENINGKATKAN KECERDASAN OTAK



TIPS MENINGKATKAN KECERDASAN OTAK

            Otak merupakan puat control yang mengendalikan hidup kita. Otaklah yang menentukan bagaimana cara kita berpikir dan berinteraksi dengan orang lain. Mengoptimalkan fungsi otak adalah suatu keharusan jika kita ingin mengeluarkan potensi diri semaksimal mungkin. Dengan melatih otak kita, akan terbentuk saraf baru yang dapat melindungi terhadap gejala demensia atau kepikunan. Berikut tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan kecerdasan otak kita.

1.      Membaca
Membaca dapat melenturkan otot-otot otak dan membantu membangun “cadangan kognitif” untuk menunda timbulnya demensia.

2.      Mengaktifkan Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Lakukan tugas dengan tangan nondominan. Jika biasanya dominan menggunakan tangan kanan, maka gunakan tangan kiri dan sebaliknya.

3.      Belajar Bahasa Asing
Penggunaan beberapa bahasa dapat meningkatkan suplai darah ke otak untuk menjaga kesehatan koneksi saraf.

4.      Ubah Rutinitas
Dengan mengubah rutinitas dan pola hidup baru dapat mengaktifkan koneksi otak yang sebelumnya tidak aktif.

5.      Latihan Fisik
Latihan fisik dapat meningkatkan kesehatan otak, meningkatkan perhatian, penalaran dan memori. Misalnya olahraga lari, sel-sel tubuh yang diaktifkan dengan olahraga lari akan mentransfer zat-zat molekul atau growth factors yang membuat saraf-saraf baru dan jaringan di otak, sehingga membuat seseorang memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik.

6.      Hidup Sosial
Otak dapat dilatih dengan menjalani kehidupan sosial kita, misalnya dengan mengunjungi teman dan berinteraksi dengan orang lain. Jaringan sosial dapat memberikan perlindungan terhadap gejala klinis penyakit Alzheimer.

7.      Menikmati Musik
Selain mendengarkan music dan belajar memainkan instrument music, para ahli juga merekomendasikan untuk mengaktifkan dua indra sekaligus, seperti mendengarkan music dan mencium bunga.

8.      Bermain Puzzle atau Teka-Teki Silang
Teka-teki silang, puzzle, tebak kata, dan jenis puzzle lainnya, dapat melatih otak khususnya otak kiri.

9.      Bermain Permainan Strategi
Permainan strategi seperti catur, monopoli, atau game computer lainnya, akan menggunakan otak kanan yang dapat membantu orang untuk lebih berpikir kreatif.

10.  Mencari Hobi Baru
Tantang otak untuk belajar keterampilan baru atau hal-hal yang belum pernah kita lakukan sebelumnya. Temukan sesuatu yang baru dan menarik untuk dapat menjaga otak tetap aktif.


Sumber: http://vivanews.com,halftraining.com,myce.com,funderstanding.com

Rabu, 11 Februari 2015

TIPS MENJADI PRIBADI YANG MENARIK HATI



Tips Menjadi Pribadi yang Menarik Hati


1.     Memberi Pujian
Bukalah mata lebar-lebar untuk selalu melihat sisi baik pada sikap dan perbuatan orang lain. Kemudian, pujilah dengan tulus. Pujian bagaikan air segar yang bisa menawarkan rasa haus manusia akan penghargaan. Jika Anda selalu siap membagikan air segar itu kepada orang lain, Anda berada pada posisi yang strategis untuk disukai orang lain.

2.     Buatlah Orang Lain Merasa Penting
Tunjukkanlah dengan sikap dan ucapan bahwa Anda menganggap orang lain penting. Cara yang dapat Anda lakukan misalnya tidak membiarkan orang lain menunggu terlalu lama, mengatakan maaf apabila salah, dan menepati janji.

3.     Menjadi Pendengar yang Baik
Diam adalah emas, bicara adalah perak, pendengar yang baik lebih mulia dari keduanya. Pendengar yang baik adalah pribadi yang dibutuhkan dan disukai oleh semua orang. Berilah kesempatan kepada orang lain untuk bicara, ajukan pertanyan, dan buat ia bergairah untuk terus berbicara. Dengarkan dengan antusias dan jangan menilai atau menasehatinya apabila tidak diminta.

4.     Menyebut Nama Orang dengan Benar
Nama bersifat pribadi dan berharga bagi pemiliknya. Umumnya orang tidak suka apabila namanya disebut secara salah atau sembarangan. Jika Anda ragu, bertanyalah cara melafalkan dan menulis namanya dengan benar.

5.     Bersikap Ramah
Semua orang senang apabila diperlakukan dengan ramah. Keramahan membuat orang lain merada diterima dan dihargai. Keramahan membuat orang merasa betah berada di dekat Anda.

6.     Bersikap Murah Hati
Ada ungkapan bijak, orang yang murah hati berbuat baik kepada dirinya sendiri. Dengan demikian, kemurahan hati di satu sisi baik buat Anda, dan di sisi lain berguna bagi orang lain. Anda tidak akan menjadi miskin karena memberi dan tidak akan kekurangan karena berbagi.

7.     Hindari Kebiasaan Mengkritik, Mencela, dan Menganggap Remeh
Umumnya orang tidak suka apabila kelemahannya diktahui orang lain, apalagi dipermalukan. Semua itu menyerang langsung ke pusat harga diri dan bisa membuat orang mempertahankan diri dengan sikap yang tidak bersahabat.

8.     Bersikap Asertif
Orang yang disukai bukanlah orang yang selalu berkata “Ya,” tetapi orang yang bisa berkata “Tidak” apabila diperlukan. Sewaktu-waktu bisa saja prinsip atau pendapat Anda berseberangan dengan orang lain. Anda tidak harus menyesuaikan diri atau memaksakan mereka menyesuaikan diri dengan Anda. Jangan takut untuk berbeda dengan orang lain. Hal yang penting perbedaan itu tidak menimbulkan konflik, tetapi menimbulkan sikap saling pengertian.

9.     Inisiatif
Perlakuan apa pun yang Anda inginkan dari orang lain yang dapat menyenangkan hati, itulah yang harus Anda lakukan terlebih dahulu. Anda harus mengambil inisiatif untuk memulainya. Misalnya, apabila ingin diperhatikan, mulailah memberi perhatian. Apabila ingin dihargai, mulailah menghargai orang lain.

10.  Mencintai Diri
Mencintai diri sendiri berarti menerima diri apa adanya, menyukai dan melakukan apa pun yang erbaik untuk diri sendiri. Ini berbeda dengan egois yang berarti mementingkan diri sendiri atau egosentris yang berarti berpusat kepada diri sendiri. Semakin Anda menyukai diri sendiri, semakin mudah Anda menyukai orang lain, semakin besar pula peluang Anda untuk disukai orang lain. Dengan menerima dan menyukai diri sendiri, Anda akan mudah menyesuaikan diri dengan orang lain, menerima mereka dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, bekerja sama dengan mereka dan menyukai mereka. Pada saat yang sama tanpa disadari Anda memancarkan pesona pribadi yang bisa membuat orang lain menyukai Anda.

Sumber: http//boldvian.org/1816/10-tips-menjadi-pribadi-yang-menarik-hati/

Selasa, 20 Januari 2015

CERPEN: I'LL ALWAYS PROTECT YOU


I’ll Always Protect You
Oleh: Ananda Debie Ikrar J.P.

"Berhenti mengikutiku!" Teriakku kesal pada seorang laki-laki yang berjalan di sampingku. Ia sedikit terhenyak mendengar teriakanku. Aku segera berlari pulang agar tak diikuti lagi. Aku tahu, berkali-kali aku membentaknya, mendorongnya, tak menghiraukannya bahkan tak mau melihatnya, ia tak pernah menyerah untuk mengikutiku.
"Aku tidak akan berhenti mengikutimu sebelum kau mau memaafkanku.”
"Terserah." Bahkan untuk sekadar melihat wajah melasnya aku enggan. Aku benci dia. Dia telah membunuh ibuku. Dia yang menyebabkan ibuku meninggal. Anak Laki-laki dari keluarga Lee yang kaya raya itu, seorang pembunuh. Aku bahkan benci keluarganya. Walau kata ayah rasa benciku terlalu berlebihan, tapi aku tak peduli.
"Temuilah Nyonya Lee sebentar, Min Hwa. Ia datang dengan niat baik." Aku mendengar suara lembut ayah dari balik pintu kamarku yang terkunci. Aku yang saat itu sedang belajar hanya memandang ke arah pintu dengan kesal. Untuk apa menemui mereka, tidak penting.
"Min Hwa, kau tidak kasihan telah membuat Nyonya Lee menunggu lama." Suara ayah tetap lembut. Ia memang tak pernah membentak sekalipun sedang marah.
Aku berjalan menuju ranjangku dan menghempaskan badanku lumayan keras hingga menimbulkan surara dentuman. Kutarik selimut dan kututup telingaku dengan guling, aku ingin tidur. Setelah beberapa saat, aku tak mendengar lagi suara ayah di balik pintu. Keadaan juga hening. Mungkin Nyonya Lee sudah pulang.
Aku berdecak kesal. Cuaca hari ini sangat mendung dan kabar buruknya aku lupa membawa payung. Kalau seperti ini, aku harus segera berjalan lebih cepat untuk sampai rumah sebelum turun hujan. Di tengah perjalanan, aku melihat Hyundai hitam melaju perlahan di sampingku. Kaca mobil yang semula tertutup, perlahan-lahan terbuka. Muncullah kepala seseorang dari dalam mobil itu dan ia menyapaku.
"Kita pulang bersama saja. Lihat, cuaca sudah mendung, sebentar lagi hujan." Ia tersenyum ramah. Aku menatapanya sinis. Tanpa kupedulikan ucapannya, aku segera berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Lebih baik aku basah kuyup kehujanan daripada harus pulang bersama dengan laki-laki itu. Aku tahu tatapannya kembali sendu saat aku berlalu tanpa menghiraukan ucapannya. Terserah. Kebencianku padanya sampai kapanpun tidak akan pernah padam. Dia penyebab masalah terumit dalam hidupku. Aku benci laki-laki itu.
"Yak! Eomma. Sudah kubilang jangan ke sekolahku." Aku melihat salah seorang siswi menyeret paksa seorang wanita paruh baya dari halaman depan sekolah. Sepertinya wanita paruh baya itu adalah ibunya. Aku memperhatikannya dengan tatapan sinis.
"Aku benci EommaEomma sudah membuatku malu di hadapan teman-temanku. Jangan datang lagi ke sekolah." Ia membentak sambil berkaca-kaca. Setelah itu, siswi yang membentak ibunya tersebut berlalu pergi. Ibunya hanya diam. Ia terlihat terkejut mendengar ucapan anaknya. Wanita paruh baya itu meneteskan air mata. Meski hatinya terluka karena sikap putrinya, ia tetap tersenyum.
Aku melihat sang ibu berbalik meninggalkan sekolah. Ia mengusap air matanya. Aku juga tak mengerti, tiba-tiba saja air mataku menetes. Aku menangis, terluka melihat kejadian itu. Aku tahu siapa gadis yang membentak ibunya tadi. Dia Park Hwa Young, teman sekelasku. Aku segera menghampirinya ke kelas.
"Kau benar-benar bodoh sudah membentak ibumu," ucapku dingin. Dia yang saat itu tengah berbincang dengan teman-temannya langsung menoleh ke arahku. Ia tampak memicingkan mata memandangku tak suka.
"Siapa dirimu sampai berani ikut campur masalahku?"
"Seharusnya kau baik pada ibumu."
"Terserah padaku, aku mau baik atau membentaknya itu bukan urusanmu." Entah kenapa perasaanku jadi tak terkendali. Aku langsung menamparnya. Ia terkejut dan segera berdiri.
"Apa-apaan kau..."
"Kau tidak mengerti bagaimana jika kau kehilangan dia. Ketika orang yang benar-benar mencintaimu dengan tulus pergi meninggalkanmu, apa kau tidak tahu bagaimana sakitnya? Kau jauh lebih beruntung dibandingkan aku. Setidaknya jangan menyia-nyiakan keberuntungan itu. Kau tahu bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu? Seperti burung yang kehilangan satu sayapnya. Ia tak akan bisa terbang dengan sempurna. Kau tahu, betapa baiknya ibumu itu. Beliau sudah susah payah memasakkan sup rumput laut dan datang mengantarkannya sendiri padamu. Kau tidak paham juga betapa ia begitu mengkhawatirkanmu."
Aku melihat Hwa Young berkaca-kaca. Sedangkan aku, sudah dari tadi air mataku mengalir deras. Aku tahu mungkin ini berlebihan, tapi aku tak bisa diam melihat seorang ibu menangis sedih karena anaknya. Aku berlari keluar kelas setelah itu, kutumpahkan segala rasa sedihku. Menangis sekencang-kencangnya. Aku melihat tangan seseorang mengulurkan sapu tangan padaku. Aku mendongak melihat orang itu. Begitu tahu siapa dia, aku segera membuang muka. Ia menatapku sedih.
"Maaf," ucapnya lirih. Tanpa bicara apapun pada laki-laki itu, aku bergegas pergi. Sudah kubilang, aku membencinya.
"MinHwa, kau tidak kasihan pada Jin Ki?" ucap Young Hee saat kami makan siang. Aku hanya menunduk sambil tetap memakan makananku. Aku tak mau menjawab pertanyaan konyol seperti itu.
"Dia selalu mengikutimu, bukankah dia sangat baik? Apa dia menyukaimu?" Aku berhenti sejenak dari kegiatan makan siangku.
"Ia tak menyukaiku, ia hanya kasihan padaku," jawabku dingin. Setelah itu aku kembali melanjutkan makan.
"Eh, itu dia. Sepertinya dia mencarimu, Min Hwa. Lihat, dia menuju kemari."
"Min Hwa, kau di sini." Setelah beberapa saat aku mendengar suara Jin Ki. Ia sudah berdiri di sampingku dan mengambil posisi duduk di dekatku. Aku segera memakan makan siangku lebih cepat dan pergi meninggalkannya. Ia hanya terbengong melihatku beranjak pergi.
"Kenapa cepat sekali? Lihat, makan siangmu bahkan belum habis." Tak kuhiraukan ucapannya. Aku sudah tak nafsu makan lagi sekarang.
Saat pelajaran olah raga, sebagai pemanasan, Guru Go menyuruh murid-murid berlari mengelilingi lapangan.
“Min Hwa.” Aku mendengar suara yang sangat kukenali memanggilku. Tapi tiba-tiba nasib buruk sedang berpihak padaku. Aku yang saat itu tengah berlari keliling lapangan tersandung karena tidak memperhatikan jalan.
“Auuu,” aku memegang lututku yang berdarah. Jin Ki yang melihatku terjatuh segera berlari menghampiriku.
“Min Hwa, kau baik-baik saja?” Aku segera menepis tangannya yang hendak memapahku berdiri. Aku berusaha berdiri sendiri, tapi kakiku terasa sangat sakit hingga membuatku terjatuh lagi. Tanpa pikir panjang tiba-tiba Jin Ki langsung menggendongku.
“Yak! Apa yang kau lakukan? Turunkan aku, Jin Ki!”
“Kau harus dibawa ke UKS dulu. Kakimu sepertinya juga terkilir.”
Setelah sampai di UKS, dia segera bertindak cepat mengambil obat merah dan perban untuk mengobati lututku yang terluka. Aku berusaha menahan perih saat kapas putih menyentuh luka di lututku. Kulihat Jin Ki beberapa kali meniup-niup luka itu.
“Maafkan aku,” ucapnya sambil membalut lukaku dengan perban. Aku membuang muka tak mau melihatnya.
“Aku hanya bisa mengobati luka di lututmu tapi aku tak bisa mengobati luka dihatimu.” Aku melihat tatapan sendu di matanya.
Flashback
"Bibi,aku ingin ikut." Terlihat Jin Ki kecil yang sedang menggandeng Min Hwa kecil menghampiri Ibu Min Hwa yang hendak membeli kebutuhan rumah di swalayan.
"Jin Ki, kau di rumah saja, ya? Bibi hanya sebentar."
"Tapi aku ingin ikut, Bi." Ibu Min Hwa berpikir sejenak.
"Baiklah, tapi nanti janji tidak akan nakal,"
"Iya,tentu saja."
Ibu Min Hwa kemudian mengajak Jin Ki dan Min Hwa pergi ke swalayan. Saat hendak menyeberang, Jin Ki melihat penjual balon yang berada di taman kota. Ia tertarik dengan balon-balon itu. Tanpa pikir panjang, ia berlari melewati penyeberangan mendahului ibu Min Hwa dan juga Min Hwa kecil. Ia ingin segera menghampiri penjual balon itu. Tapi tiba-tiba Jin Ki terjatuh di tengah penyeberangan.
"Jin Ki." Ibu Min Hwa terlihat khawatir. Belum sempat ia menghampiri untuk membantu Jin Ki berdiri, terlihat mobil melaju kencang menuju arah Jin Ki. Ibu Min Hwa yang mengetahui hal tersebut, segera berlari membantu Jin Ki berdiri lalu mendorongnya agar tak tertabrak mobil. Tapi justru Ibu Min Hwa sendirilah yang tertabrak mobil. Min Hwa kecil yang saat itu berdiri tak jauh di belakang, hanya bisa melihat dengan tatapan terkejut. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ibunya meninggal.
"Maafkan aku, Bi." Jin Ki menatap nisan Ibu Min Hwa sambil meneteskan air mata.
"Gara-gara aku, Bibi jadi meninggal. Aku janji, sampai kapanpun aku akan menjaga dan melindungi Kim Min Hwa." Jin Ki meletakkan bunga di atas makam Ibu MinHwa.
"Yak! Berhenti jadi sok jagoan di sini." Kulihat Jong Hyun menendang salah satu kursi dan menghampiri bangku Kibum. Aku hanya berdecak kesal, mereka mulai lagi. Selalu saja memperebutkan predikat yang paling kuat. Aku tahu akhirnya pasti berujung dengan pertengkaran, perkelahian kemudian mereka akan dipanggil ke ruang guru. Ini sudah ketiga kalinya mereka mendapat surat panggilan orangtua. Jika sekali ini mereka membuat ulah, itu berarti mereka akan mendapat surat panggilan orang tua untuk keempat kalinya.
Aku beranjak keluar dari kelas untuk mencari kenyamanan suasana. Kutelusuri koridor kelas yang lumayan sepi. Lalu aku lanjutkan berjalan di halaman depan sekolah. Aku berjalan perlahan dan memandangi sekitar. Sejuk dan tenang, tidak seperti di kelas. Tapi setelah beberapa saat, ketenangan itu hilang karena tiba-tiba saja dari atas aku mendengar suara pecahan kaca bersamaan dengan kursi yang terlempar dari jendela kaca tersebut. Itu dari jendela kelasku, mungkin tadi Jonghyun dan Kibum bertengkar hebat.
Aku membulatkan mata karena tersadar bahwa kursi itu jatuh tepat ke arahku. Belum sempat aku menghindar, tiba-tiba seseorang menarik tanganku dan melindungiku di dekapannya. Beberapa detik aku menyadari, aku sudah terhindar dari serpihan kaca dan kursi yang terlempar dari jendela itu.
"Kau baik-baik saja?" Ia bertanya khawatir. Begitu tahu itu Jin Ki, tatapanku berubah menjadi sinis. Aku segera meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Aku tadi melihatmu berjalan melewati kelasku. Kupikir kau mau pergi kemana lalu aku mengikutimu." Aku menghentikan langkahku dan terdiam sejenak.
"Berhenti mengikutiku!" ucapku dingin. Baru beberapa langkah aku berjalan, tiba-tiba aku mendengar suaranya berbicara. Hal itu membuat langkahku terhenti kembali.
"Aku tak peduli apapun yang akan terjadi. Aku sudah janji pada bibi bahwa aku akan melindungi dan menjagamu." Jin Ki terdiam sejenak.
"Aku mencintaimu, Min Hwa. Bahkan sejak kita masih kecil dulu." Jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya. Aku membeku. Tapi beberapa saat kemudian, kebencian kembali menguasai hatiku. Aku melangkah pergi tanpa sedikitpun menoleh padanya.
"Ibu, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu." Kuletakkan bunga di atas makam ibu.
"Hari ini, di sekolah banyak hal menyebalkan terjadi. Anak dari keluarga Lee, keluarga tempat ibu bekerja dulu, aku membencinya." Aku mengusap air mata yang tiba-tiba mengalir.
"Ibu, seandainya ibu masih di sini, aku tak akan merasa terluka seperti sekarang." Aku menangis terisak.
Aku menunggu dengan tak sabar saat di penyeberangan karena lampu tak kunjung hijau. Aku harus segera ke perpustakaan kota untuk meminjam buku. Kurogoh saku jaketku untuk mengambil kalung pemberian ibu. Aku menghela nafas sambil memandanginya untuk beberapa saat. Ibu, kadang aku merasa lelah. Tapi aku tak ingin menyerah. Setiap kali aku lelah, setiap kali semangatku surut, aku akan memandang kalung ibu. Aku masih ingat betul ketika ibu memberikan kalung itu padaku. Ibu tersenyum lembut sambil memegang kedua pipiku.
"Janji pada Ibu ya, jadilah anak yang baik dan hebat." Karena itulah, kalung inimempunyai arti tersendiri bagiku.
"Nak, kau tidak ingin menyeberang?" Suara wanita paruh baya menyadarkanku dari lamunan.
"Oh,iya." Saat aku hendak berjalan, ada seseorang yang menyenggol tanganku hingga membuat kalung yang aku pegang jatuh di tengah jalan. Karena panik, aku segera berlari mengambil kalungku itu. Aku tak menyadari jika ada mobil yang melaju kencang ke arahku. Sampai ada seseorang yang mendorongku dengan kencang. Aku terpental tak jauh dari mobil yang hampir menabrakku tadi. Lalu lintas terhenti seketika karena ada seseorang yang tertabrak. Seseorang itu jelas bukan aku, lalu siapa?
Aku segera menghampiri kerumunan yang menyaksikan kejadian mengerikan itu. Aku membekap mulutku begitu tahu itu adalah Lee Jin Ki.
"Jin Ki." Aku segera menghampirinya.
"Bodoh, apa yang kau lakukan?" Dalam keadaan lemah, dia masih bisa tersenyum.
"Sudah kubilang, aku akan melindungimu." Entah kenapa air mataku tiba-tiba menetes.
"Bertahanlah."
"Setidaknya aku bisa menepati janjiku pada bibi. Min Hwa, kau tahu, aku mencintaimu. Gadis kecil yang dulu selalu tersenyum padaku, gadis kecil yang dulu ikut menangis ketika aku terluka, gadis kecil yang ceria yang selalu bisa menguatkanku, gadis itu adalah dirimu. Gadis yang telah membuatku jatuh cinta adalah dirimu. Aku takut ketika kau membenciku.”
"Sudahlah Jin Ki, jangan bicara dulu. Sebentar lagi ambulan datang."
"Maafka naku, Min Hwa." Ia tersenyum. Sedetik kemudian matanya tertutup.

Selesai