Kamera pengintai

Selasa, 20 Januari 2015

CERPEN: I'LL ALWAYS PROTECT YOU


I’ll Always Protect You
Oleh: Ananda Debie Ikrar J.P.

"Berhenti mengikutiku!" Teriakku kesal pada seorang laki-laki yang berjalan di sampingku. Ia sedikit terhenyak mendengar teriakanku. Aku segera berlari pulang agar tak diikuti lagi. Aku tahu, berkali-kali aku membentaknya, mendorongnya, tak menghiraukannya bahkan tak mau melihatnya, ia tak pernah menyerah untuk mengikutiku.
"Aku tidak akan berhenti mengikutimu sebelum kau mau memaafkanku.”
"Terserah." Bahkan untuk sekadar melihat wajah melasnya aku enggan. Aku benci dia. Dia telah membunuh ibuku. Dia yang menyebabkan ibuku meninggal. Anak Laki-laki dari keluarga Lee yang kaya raya itu, seorang pembunuh. Aku bahkan benci keluarganya. Walau kata ayah rasa benciku terlalu berlebihan, tapi aku tak peduli.
"Temuilah Nyonya Lee sebentar, Min Hwa. Ia datang dengan niat baik." Aku mendengar suara lembut ayah dari balik pintu kamarku yang terkunci. Aku yang saat itu sedang belajar hanya memandang ke arah pintu dengan kesal. Untuk apa menemui mereka, tidak penting.
"Min Hwa, kau tidak kasihan telah membuat Nyonya Lee menunggu lama." Suara ayah tetap lembut. Ia memang tak pernah membentak sekalipun sedang marah.
Aku berjalan menuju ranjangku dan menghempaskan badanku lumayan keras hingga menimbulkan surara dentuman. Kutarik selimut dan kututup telingaku dengan guling, aku ingin tidur. Setelah beberapa saat, aku tak mendengar lagi suara ayah di balik pintu. Keadaan juga hening. Mungkin Nyonya Lee sudah pulang.
Aku berdecak kesal. Cuaca hari ini sangat mendung dan kabar buruknya aku lupa membawa payung. Kalau seperti ini, aku harus segera berjalan lebih cepat untuk sampai rumah sebelum turun hujan. Di tengah perjalanan, aku melihat Hyundai hitam melaju perlahan di sampingku. Kaca mobil yang semula tertutup, perlahan-lahan terbuka. Muncullah kepala seseorang dari dalam mobil itu dan ia menyapaku.
"Kita pulang bersama saja. Lihat, cuaca sudah mendung, sebentar lagi hujan." Ia tersenyum ramah. Aku menatapanya sinis. Tanpa kupedulikan ucapannya, aku segera berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Lebih baik aku basah kuyup kehujanan daripada harus pulang bersama dengan laki-laki itu. Aku tahu tatapannya kembali sendu saat aku berlalu tanpa menghiraukan ucapannya. Terserah. Kebencianku padanya sampai kapanpun tidak akan pernah padam. Dia penyebab masalah terumit dalam hidupku. Aku benci laki-laki itu.
"Yak! Eomma. Sudah kubilang jangan ke sekolahku." Aku melihat salah seorang siswi menyeret paksa seorang wanita paruh baya dari halaman depan sekolah. Sepertinya wanita paruh baya itu adalah ibunya. Aku memperhatikannya dengan tatapan sinis.
"Aku benci EommaEomma sudah membuatku malu di hadapan teman-temanku. Jangan datang lagi ke sekolah." Ia membentak sambil berkaca-kaca. Setelah itu, siswi yang membentak ibunya tersebut berlalu pergi. Ibunya hanya diam. Ia terlihat terkejut mendengar ucapan anaknya. Wanita paruh baya itu meneteskan air mata. Meski hatinya terluka karena sikap putrinya, ia tetap tersenyum.
Aku melihat sang ibu berbalik meninggalkan sekolah. Ia mengusap air matanya. Aku juga tak mengerti, tiba-tiba saja air mataku menetes. Aku menangis, terluka melihat kejadian itu. Aku tahu siapa gadis yang membentak ibunya tadi. Dia Park Hwa Young, teman sekelasku. Aku segera menghampirinya ke kelas.
"Kau benar-benar bodoh sudah membentak ibumu," ucapku dingin. Dia yang saat itu tengah berbincang dengan teman-temannya langsung menoleh ke arahku. Ia tampak memicingkan mata memandangku tak suka.
"Siapa dirimu sampai berani ikut campur masalahku?"
"Seharusnya kau baik pada ibumu."
"Terserah padaku, aku mau baik atau membentaknya itu bukan urusanmu." Entah kenapa perasaanku jadi tak terkendali. Aku langsung menamparnya. Ia terkejut dan segera berdiri.
"Apa-apaan kau..."
"Kau tidak mengerti bagaimana jika kau kehilangan dia. Ketika orang yang benar-benar mencintaimu dengan tulus pergi meninggalkanmu, apa kau tidak tahu bagaimana sakitnya? Kau jauh lebih beruntung dibandingkan aku. Setidaknya jangan menyia-nyiakan keberuntungan itu. Kau tahu bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu? Seperti burung yang kehilangan satu sayapnya. Ia tak akan bisa terbang dengan sempurna. Kau tahu, betapa baiknya ibumu itu. Beliau sudah susah payah memasakkan sup rumput laut dan datang mengantarkannya sendiri padamu. Kau tidak paham juga betapa ia begitu mengkhawatirkanmu."
Aku melihat Hwa Young berkaca-kaca. Sedangkan aku, sudah dari tadi air mataku mengalir deras. Aku tahu mungkin ini berlebihan, tapi aku tak bisa diam melihat seorang ibu menangis sedih karena anaknya. Aku berlari keluar kelas setelah itu, kutumpahkan segala rasa sedihku. Menangis sekencang-kencangnya. Aku melihat tangan seseorang mengulurkan sapu tangan padaku. Aku mendongak melihat orang itu. Begitu tahu siapa dia, aku segera membuang muka. Ia menatapku sedih.
"Maaf," ucapnya lirih. Tanpa bicara apapun pada laki-laki itu, aku bergegas pergi. Sudah kubilang, aku membencinya.
"MinHwa, kau tidak kasihan pada Jin Ki?" ucap Young Hee saat kami makan siang. Aku hanya menunduk sambil tetap memakan makananku. Aku tak mau menjawab pertanyaan konyol seperti itu.
"Dia selalu mengikutimu, bukankah dia sangat baik? Apa dia menyukaimu?" Aku berhenti sejenak dari kegiatan makan siangku.
"Ia tak menyukaiku, ia hanya kasihan padaku," jawabku dingin. Setelah itu aku kembali melanjutkan makan.
"Eh, itu dia. Sepertinya dia mencarimu, Min Hwa. Lihat, dia menuju kemari."
"Min Hwa, kau di sini." Setelah beberapa saat aku mendengar suara Jin Ki. Ia sudah berdiri di sampingku dan mengambil posisi duduk di dekatku. Aku segera memakan makan siangku lebih cepat dan pergi meninggalkannya. Ia hanya terbengong melihatku beranjak pergi.
"Kenapa cepat sekali? Lihat, makan siangmu bahkan belum habis." Tak kuhiraukan ucapannya. Aku sudah tak nafsu makan lagi sekarang.
Saat pelajaran olah raga, sebagai pemanasan, Guru Go menyuruh murid-murid berlari mengelilingi lapangan.
“Min Hwa.” Aku mendengar suara yang sangat kukenali memanggilku. Tapi tiba-tiba nasib buruk sedang berpihak padaku. Aku yang saat itu tengah berlari keliling lapangan tersandung karena tidak memperhatikan jalan.
“Auuu,” aku memegang lututku yang berdarah. Jin Ki yang melihatku terjatuh segera berlari menghampiriku.
“Min Hwa, kau baik-baik saja?” Aku segera menepis tangannya yang hendak memapahku berdiri. Aku berusaha berdiri sendiri, tapi kakiku terasa sangat sakit hingga membuatku terjatuh lagi. Tanpa pikir panjang tiba-tiba Jin Ki langsung menggendongku.
“Yak! Apa yang kau lakukan? Turunkan aku, Jin Ki!”
“Kau harus dibawa ke UKS dulu. Kakimu sepertinya juga terkilir.”
Setelah sampai di UKS, dia segera bertindak cepat mengambil obat merah dan perban untuk mengobati lututku yang terluka. Aku berusaha menahan perih saat kapas putih menyentuh luka di lututku. Kulihat Jin Ki beberapa kali meniup-niup luka itu.
“Maafkan aku,” ucapnya sambil membalut lukaku dengan perban. Aku membuang muka tak mau melihatnya.
“Aku hanya bisa mengobati luka di lututmu tapi aku tak bisa mengobati luka dihatimu.” Aku melihat tatapan sendu di matanya.
Flashback
"Bibi,aku ingin ikut." Terlihat Jin Ki kecil yang sedang menggandeng Min Hwa kecil menghampiri Ibu Min Hwa yang hendak membeli kebutuhan rumah di swalayan.
"Jin Ki, kau di rumah saja, ya? Bibi hanya sebentar."
"Tapi aku ingin ikut, Bi." Ibu Min Hwa berpikir sejenak.
"Baiklah, tapi nanti janji tidak akan nakal,"
"Iya,tentu saja."
Ibu Min Hwa kemudian mengajak Jin Ki dan Min Hwa pergi ke swalayan. Saat hendak menyeberang, Jin Ki melihat penjual balon yang berada di taman kota. Ia tertarik dengan balon-balon itu. Tanpa pikir panjang, ia berlari melewati penyeberangan mendahului ibu Min Hwa dan juga Min Hwa kecil. Ia ingin segera menghampiri penjual balon itu. Tapi tiba-tiba Jin Ki terjatuh di tengah penyeberangan.
"Jin Ki." Ibu Min Hwa terlihat khawatir. Belum sempat ia menghampiri untuk membantu Jin Ki berdiri, terlihat mobil melaju kencang menuju arah Jin Ki. Ibu Min Hwa yang mengetahui hal tersebut, segera berlari membantu Jin Ki berdiri lalu mendorongnya agar tak tertabrak mobil. Tapi justru Ibu Min Hwa sendirilah yang tertabrak mobil. Min Hwa kecil yang saat itu berdiri tak jauh di belakang, hanya bisa melihat dengan tatapan terkejut. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ibunya meninggal.
"Maafkan aku, Bi." Jin Ki menatap nisan Ibu Min Hwa sambil meneteskan air mata.
"Gara-gara aku, Bibi jadi meninggal. Aku janji, sampai kapanpun aku akan menjaga dan melindungi Kim Min Hwa." Jin Ki meletakkan bunga di atas makam Ibu MinHwa.
"Yak! Berhenti jadi sok jagoan di sini." Kulihat Jong Hyun menendang salah satu kursi dan menghampiri bangku Kibum. Aku hanya berdecak kesal, mereka mulai lagi. Selalu saja memperebutkan predikat yang paling kuat. Aku tahu akhirnya pasti berujung dengan pertengkaran, perkelahian kemudian mereka akan dipanggil ke ruang guru. Ini sudah ketiga kalinya mereka mendapat surat panggilan orangtua. Jika sekali ini mereka membuat ulah, itu berarti mereka akan mendapat surat panggilan orang tua untuk keempat kalinya.
Aku beranjak keluar dari kelas untuk mencari kenyamanan suasana. Kutelusuri koridor kelas yang lumayan sepi. Lalu aku lanjutkan berjalan di halaman depan sekolah. Aku berjalan perlahan dan memandangi sekitar. Sejuk dan tenang, tidak seperti di kelas. Tapi setelah beberapa saat, ketenangan itu hilang karena tiba-tiba saja dari atas aku mendengar suara pecahan kaca bersamaan dengan kursi yang terlempar dari jendela kaca tersebut. Itu dari jendela kelasku, mungkin tadi Jonghyun dan Kibum bertengkar hebat.
Aku membulatkan mata karena tersadar bahwa kursi itu jatuh tepat ke arahku. Belum sempat aku menghindar, tiba-tiba seseorang menarik tanganku dan melindungiku di dekapannya. Beberapa detik aku menyadari, aku sudah terhindar dari serpihan kaca dan kursi yang terlempar dari jendela itu.
"Kau baik-baik saja?" Ia bertanya khawatir. Begitu tahu itu Jin Ki, tatapanku berubah menjadi sinis. Aku segera meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Aku tadi melihatmu berjalan melewati kelasku. Kupikir kau mau pergi kemana lalu aku mengikutimu." Aku menghentikan langkahku dan terdiam sejenak.
"Berhenti mengikutiku!" ucapku dingin. Baru beberapa langkah aku berjalan, tiba-tiba aku mendengar suaranya berbicara. Hal itu membuat langkahku terhenti kembali.
"Aku tak peduli apapun yang akan terjadi. Aku sudah janji pada bibi bahwa aku akan melindungi dan menjagamu." Jin Ki terdiam sejenak.
"Aku mencintaimu, Min Hwa. Bahkan sejak kita masih kecil dulu." Jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya. Aku membeku. Tapi beberapa saat kemudian, kebencian kembali menguasai hatiku. Aku melangkah pergi tanpa sedikitpun menoleh padanya.
"Ibu, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu." Kuletakkan bunga di atas makam ibu.
"Hari ini, di sekolah banyak hal menyebalkan terjadi. Anak dari keluarga Lee, keluarga tempat ibu bekerja dulu, aku membencinya." Aku mengusap air mata yang tiba-tiba mengalir.
"Ibu, seandainya ibu masih di sini, aku tak akan merasa terluka seperti sekarang." Aku menangis terisak.
Aku menunggu dengan tak sabar saat di penyeberangan karena lampu tak kunjung hijau. Aku harus segera ke perpustakaan kota untuk meminjam buku. Kurogoh saku jaketku untuk mengambil kalung pemberian ibu. Aku menghela nafas sambil memandanginya untuk beberapa saat. Ibu, kadang aku merasa lelah. Tapi aku tak ingin menyerah. Setiap kali aku lelah, setiap kali semangatku surut, aku akan memandang kalung ibu. Aku masih ingat betul ketika ibu memberikan kalung itu padaku. Ibu tersenyum lembut sambil memegang kedua pipiku.
"Janji pada Ibu ya, jadilah anak yang baik dan hebat." Karena itulah, kalung inimempunyai arti tersendiri bagiku.
"Nak, kau tidak ingin menyeberang?" Suara wanita paruh baya menyadarkanku dari lamunan.
"Oh,iya." Saat aku hendak berjalan, ada seseorang yang menyenggol tanganku hingga membuat kalung yang aku pegang jatuh di tengah jalan. Karena panik, aku segera berlari mengambil kalungku itu. Aku tak menyadari jika ada mobil yang melaju kencang ke arahku. Sampai ada seseorang yang mendorongku dengan kencang. Aku terpental tak jauh dari mobil yang hampir menabrakku tadi. Lalu lintas terhenti seketika karena ada seseorang yang tertabrak. Seseorang itu jelas bukan aku, lalu siapa?
Aku segera menghampiri kerumunan yang menyaksikan kejadian mengerikan itu. Aku membekap mulutku begitu tahu itu adalah Lee Jin Ki.
"Jin Ki." Aku segera menghampirinya.
"Bodoh, apa yang kau lakukan?" Dalam keadaan lemah, dia masih bisa tersenyum.
"Sudah kubilang, aku akan melindungimu." Entah kenapa air mataku tiba-tiba menetes.
"Bertahanlah."
"Setidaknya aku bisa menepati janjiku pada bibi. Min Hwa, kau tahu, aku mencintaimu. Gadis kecil yang dulu selalu tersenyum padaku, gadis kecil yang dulu ikut menangis ketika aku terluka, gadis kecil yang ceria yang selalu bisa menguatkanku, gadis itu adalah dirimu. Gadis yang telah membuatku jatuh cinta adalah dirimu. Aku takut ketika kau membenciku.”
"Sudahlah Jin Ki, jangan bicara dulu. Sebentar lagi ambulan datang."
"Maafka naku, Min Hwa." Ia tersenyum. Sedetik kemudian matanya tertutup.

Selesai



ARTIKEL: PERBEDAAN BUDAYA CINA DAN INDONESIA


Cina dengan Segala Kedisipilnannya
Oleh: Ananda Debie Ikrar Jamen Putri

            Negara Cina atau yang dikenal sebagai Negara tirai bambu ini adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk terpadat di dunia. Namun, Cina menjadi salah satu Negara maju meski memiliki jumlah penduduk yang padat. Hal ini juga tak lepas dari budaya yang sudah melekat pada masyarakat Cina.  Budaya yang demikian disiplin dalam berbagai bidang kehidupan inilah yang membuat negara Cina bisa lebih maju dibandingkan dengan Negara di Asia lainnya seperti misalnya Indonesia sendiri.
            Di Negara Cina, hukuman sangat tegas jika dibandingkan dengan Negara Indonesia. Contoh kasus misalnya korupsi. Di Cina, hukuman matilah bagi siapa saja yang berani berurusan dengan korupsi. Berbeda jauh dengan di Indonesia, koruptor yang notabene merugikan Negara, hanya mendapat beberapa tahun hukuman penjara dan terkadang malah diberi keringanan. Inilah mengapa korupsi di Indonesia semakin merajalela. Para koruptor tak merasa jera dan menganggap budaya korupsi itu hal yang biasa. Padahal seperti yang telah kita ketahui, korupsi termasuk dari 68 jenis kejahatan yang mendapat hukuman mati di negeri tirai bambu ini.
            Tak perlu diragukan lagi, masalah etos kerja, dari dulu masyarakat Cina memang sudah dikenal dengan etos kerja yang tinggi. Masyarakat Cina terbilang totalitas dalam urusan pekerjaan. Hal ini terlihat dari kinerja para dokter OOTC di Tianjin, Tiongkok yang berusaha keras menangani pasien walaupun keadaanya sudah sangat parah dan tingkat keberhasilannya untuk selamat sangat kecil.
            Selain etos kerja, Cina juga tak asing dengan keberhasilannya dalam berbagai disiplin ilmu. Terutama dalam ilmu medis. Banyak orang yang merantau untuk belajar ilmu medis ke Negara ini. Seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa dokter dari RSUD dr. Soetomo Surabaya. Berawal dari ide salaha satu pasien agar diadakan program transplantasi liver di Surabaya. Hal inilah yang akhirnya menjadi pendorong beberapa dokter RSUD dr. Soetomo Surabaya untuk belajar transplantasi liver di negeri Cina.
            Adapun hadis yang berkaitan dengan pembahasan ini yaitu hadis yang berbunyi “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina.” Jika kita telaah, maka makna dari hadis ini adalah kita harus menuntut ilmu dimanapun kita berada, bahkan jauh sekalipun. Memang Cina adalah Negara yang bagus dalam disiplin keilmuan. Kita harus bisa mencontoh kecanggihan berpikir seperti Negara Cina.
            Untuk itulah, sebagai masyarakat Indonesia kita harus melakukan berbagai upaya demi meningkatkan etos kerja masyarakat Indonesia yang penuh kesadaran. Salah satunya seperti menanamkan keyakinan pada masyarakat Indonesia bahwa bekerja dengan niat ikhlas akan memiliki dampak positif bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa, dan Negara. Hidup akan terasa damai dan tenang. Tak ada kehampaan yang memasung jiwa setiap insan.
            Selain itu, bangsa Indonesia harus menghargai orang-orang yang berjasa dalam bidangnya untuk kepentingan umum. Karena semakin usaha seseorang dihargai, maka kinerja seseorang itu untuk menjadi lebih baik akan terpacu. Menghargai di sini bukan sekadar memeberikan penghargaan saja, melainkan mendukung, menjamin, dan bila perlu ikut membantu.
Semoga tulisan saya bisa memberikan inspirasi kepada para pembaca yang ingin membuat artikel bertema serupa yaitu “Perbandingan budaya Cina dengan budaya Indonesia.” Mohon maaf jika ada kesalahan atau kalimat yang kurang baik dalam artikel di atas. Mohon kritik dan sarannya. Jika ingin copas jangan lupa sertakan nama pengarang dan alamat blognya ya :D

REVIEW: HORMONES


DRAMA REVIEW: HORMONES
Oleh: Ananda Debie Ikrar J.P.

Hormones adalah drama asal Thailand yang disutradarai oleh Songyos Sugmakanan. Film ini mengangkat tema tentang kehidupan para remaja dengan segala permasalahannya. Mulai dari keluarga, persahabatan, percintaan, kenakalan remaja, dan masalah-masalah lainnya yang sering dihadapi para remaja
                Film ini mngisahkan tentang kehidupan  9 remaja yang bernama Win, Khwan, Phoo, Toei, Tar, Mhog, Phai, Sprite, dan Dao. Masing-masing dari mereka mempunyai permasalahan sendiri-sendiri. Win adalah siswa popular di sekolahnya. Namun ia anak yang nakal dan terpengaruh pergaulan bebas karena merasa frustasi dengan keluarganya yang broken home. Suatu ketika, Win yang selain nakal juga play boy lambat laun mulai menyukai Khwan yang merupakan teman sekelasnya.
Khwan sendiri adalah gadis yang pintar dan baik hati. Bisa dibilang ia adalah siswa teladan di sekolahnya. Meskipun Khwan terlihat tak peduli ketika Win berusaha mendapatkan hatinya, tapi sebenarnya diam-dianm Khwan juga menyukai Win. Namun, masalah mulai menghampri ketika Khwan yang merupakan siswa paling teladan ketahuan menyontek saat ujian. Hal ini dikarenakan keluarganya sedang tertimpa permasalahan rumit dan menyebabkan Khwan frustasi
                Selain itu, juga masih banyak lagi kisah dari tokoh lainnya. Seperti Mhog yang selalu bertengkar dengan ayahnya karena sang ayah tidak setuju jika Mhog ketika lulus nanti memilih jurusan Art. Sang ayah menyuruh Mhog untuk memilih jurusan ekonomi, karena menurut beliau jurusan ini lebih berguna.
 Kemudian ada Phoo yang merasa kebingungan tentang perasaannya terhadap Toei . Toei  adalah tipe gadis yang lebih suka berteman dengan laki-laki dan hal inilah yangmenyebabkan ia  sering dibully oleh teman-temannya. Padahal Toei adalah gadis yang baik hati
Tokoh Phai yang suka berkelahi dengan siswa sekolah lain karena suatu masalah. Kemudian Sprite yang merupakan kekasih Phai, hubungan mereka berakhir karena Phai tidak bisa menghentikan kebiasaan berkelahinya. Tokoh Tar yang selalu diabaikan teman-temannya, dia ini pandai bermain gitar dan bahkan tergabung dengan band yang popular di sekolah. Namun tetap saja meskipun begitu tak banyak yang peduli pada Tar. Tokoh Dao adalah gadis yang tumbuh dari keluarga kaya namun overprotektif. Hal inilah yang menyebabkan Dao merasa tertekan.
Dari film ini, penonton terutama kalangan remaja dapat mengetahui hal mana yang baik atau buruk untuk dilakukan dan apa dampaknya bagi kehidupan masa depan ketika menghadapi suatu permasalahan terutama saat masa-masa remaja. Namun, kekurangan film ini adalah tak banyak menyinggung masalah sekolah meskipun kebanyakan setting cerita berada di sekolah.
Secara keseluruhan, film ini sangat cocok ditonton untuk kalangan remaja dan orang tua.

CERPEN: YOU ARE MY STAR


You Are My Star
Oleh: Ananda Debie Ikrar J.P.

Ketika senyum itu terus membayangi hariku
Lalu apa yang harus kulakukan?
Kau sudah terlanjur membuatku jatuh cinta
Entah sampai kapan semua ini akan berhenti
Tapi aku berharap kau tak akan menghilangkanku dari ingatanmu

Waktu itu adalah hari pertamaku menjadi murid baru di School of Performing Arts (SOPA) Seoul. Sekolah seni favorit yang paling terkenal di Korea Selatan. Aku bahkan tak menyangka jika aku bisa diterima di sekolah yang paling aku impikan sejak masih SMP dulu. Aku berjalan memasuki sekolah yang begitu mewah ini. Saat sedang berjalan melihat-lihat suasana sekolah, tiba-tiba terdengar pengumuman.
"Selamat datang di School of Performing Arts Seoul. Kami sangat bangga dengan kalian siswa-siswi baru SOPA. Kalian diharapkan untuk berkumpul di Aula sekarang juga. Akan ada perkenalan dari pihak sekolah untuk kalian. Terima kasih."
Setelah mendengar pengumuman itu, aku dan murid-murid baru lainnya berbondong-bondong menuju aula. Selain perkenalan, di sana juga ada penampilan dari kakak-kakak kelas. Aku sangat kagum dengan bakat-bakat mereka. Aku kira sekarang ini, mereka sudah bisa jika menjadi seorang Idol.
 Saat acara di aula selesai, para siswa baru segera berhamburan mencari informasi jurusan di papan pengumuman. Setelah menemukannya, aku dan murid-murid lainnya segera membaca pengumuman tersebut. Saat menemukan namaku, ternyata aku berada di kelas 10 jurusan performing arts, sesuai dengan jurusan yang memang aku pilih. Ketika aku berbalik, aku terkejut karena ada seseorang yang berdiri tepat di depanku. Ia terlihat fokus membaca pengumuman.
"Sehun, Oh Sehun. Nah, ada."  Ia langsung mendongak ke atas untuk melihat jurusan yang ditempatinya.
"Ah, jurusan performing arts." Ucapnya sambil tersenyum bangga. Aku masih terdiam di depannya. Dia lumayan tinggi, aku saja hanya setengah dari lengannya. Saat dia menyadari bahwa ada aku, ia langsung menyapaku.
"Oh, maaf. Kau juga di jurusan performing arts?" Aku hanya mengangguk. Entah kenapa tiba-tiba lidahku menjadi kelu.
"Kau tidak masuk kelas? Aku masuk duluan, ya." Laki-laki itu menepuk pundakku pelan dan bergegas masuk kelas. Dia keren sekali. Kulitnya yang putih bersih dan bibir kecilnya itu, sangat serasi dengan postur tubuhnya yang menurutku atletis. Dia terlihat imut, tapi di sisi lain ia terlihat sangat keren.
Aku memilih tempat duduk pada deret nomor satu paling ujung sebelah kiri. Sedangkan laki-laki tadi yang bernama Sehun duduk di belakangku pada deret nomor dua paling ujung sebelah kanan. Aku memperhatikan ruang kelas, nyaman sekali. Di setiap meja kami bahkan terdapat sekat pembatas antara meja satu dengan meja lainnya. Jika seperti ini, tentu akan sulit untuk melirik jawaban teman saat ujian. Di kelas juga terdapat loker untuk masing-masing siswa.
Saat guru datang memasuki kelas, beliau memperkenalkan diri. Guru itu adalah wali kelas kami. Beliau kemudian menceritakan banyak hal pada kami tentang SOPA. Mulai dari peraturan sekolah, seragam sekolah, sistem pengajaran, visi dan misi sekolah, penghargaan yang pernah diraih sekolah, dan lain-lain.
Karena sekolah ini bukan sekolah umum melainkan sekolah Seni, tentu sistem pengajaran yang diberikan berbeda dari sekolah umum. Selain mengajarkan mata pelajaran utama seperti Matematika, Bahasa Inggris, dan Sastra Korea, sekolah ini juga mengajarkan teater, tarik suara, seni tari, dan lain-lain. Namun, sekolah ini lebih memfokuskan siswanya pada jurusan mereka. SOPA memiliki beberapa jurusan di antaranya yaitu Performing  Arts, Broadcast, Communication, Arts, dan Fine Arts. Di jurusanku sendiri, yaitu performing arts, kami diajarkan bagaimana cara melakukan penampilan live di atas panggung dan seni teknis musik rekaman.
Selain itu, banyak juga kalangan dari boyband maupun girlband yang lulusan sekolah ini atau bahkan masih menjadi siswa di sini. Ada juga yang masih menjadi trainee (calon artis yang akan debut) di sebuah agensi. Bukankah ini hebat, aku bisa satu sekolah dengan artis-artis berbakat seperti mereka.
"Baiklah, karena guru sudah memperkenalkan diri dan sekolah ini pada kalian. Sekarang giliran kalian yang harus memperkenalkan diri." Satu per satu di antara teman sekelasku memperkenalkan dirinya.
Kebanyakan dari mereka ingin menjadi seorang artis seperti menjadi penyanyi solo, aktor atau aktris, dan girlband atau boyband. Sebagian kecil dari mereka ada yang lebih memilih menjadi guru vokal atau koreografer dance. Bahkan ada beberapa yang sudah menjadi trainee di sebuah agensi. Sedangkan aku, aku juga ingin debut menjadi girlband, namun di sisi lain aku ingin menjadi guru vokal. Ketika perkenalan giliran Sehun, semua terkagum-kagum padanya.
"Namaku Oh Sehun, aku lahir di Seoul pada tanggal 12 April 1994. Cita-citaku adalah menjadi penyanyi terkenal. Sekarang ini aku sedang menjadi trainee di salah satu agensi di Korea." Semua teman-temanku tampak kagum dan bertepuk tangan, bahkan aku juga. Ternyata anak ini selain wajahnya yang rupawan, bakatnya juga hebat.
***
Saat itu pelajaran seni musik, aku melihat ke arah Sehun. Dia tampak serius memperhatikan papan tulis. Entah kenapa tiba-tiba aku tersenyum melihat ekspresi seriusnya itu. Setelah beberapa saat, Sehun tak sengaja menoleh ke arahku. Ia tersenyum ramah dan sedikit mengangguk ke arahku. Aku langsung salah tingkah karena sudah ketahuan memperhatikannya. Mau tak mau akhirnya aku membalas senyumannya walau sedikit canggung.
Ketika istirahat, aku melihatnya tengah latihan dance di lantai atas sekolah. Ia tampak begitu lelah, keringatnya saja sudah keluar begitu banyak. Bukankah dia trainee, pasti lelah untuknya. Antara membagi waktu sekolah dan latihan. Aku handak menghampirinya yang saat itu sedang istirahat. Ia tengah berbaring dengan nafasnya yang terengah-engah. Meskipun seperti itu, tapi ku lihat senyum di wajahnya. Aku berniat memberikan minuman yang baru aku beli tadi dari kantin. Minuman ini masih dingin, lagi pula Sehun juga pasti sedang haus.
Saat aku berjalan menuju tempat Sehun. Aku melihat seorang siswi sudah lebih dulu menghampirinya. Hal itu membuat langkahku terhenti. Gadis itu duduk di samping Sehun yang sedang berbaring. Saat mengetahui gadis tersebut, Sehun langsung bangun. Aku tak bisa melihat wajah gadis itu karena dia membelakangiku. Sepertinya mereka sangat akrab. Gadis itu memberikan minuman dingin untuk Sehun dan Sehun menerimanya dengan gembira sambil mengucapkan terima kasih. Aku hanya tertunduk sambil melihat minuman yang aku pegang. Kenapa tiba-tiba aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku? Entahlah, rasanya ada yang membuatku tak nyaman karena ini.
Hari ini Guru menyuruh kami berkelompok untuk mengarang lirik lagu dengan tema cinta. Kata beliau di usia kami yang masih berkembang ini, cinta adalah hal yang paling bisa kami ekspresikan dengan baik. Kami dibagi menjadi tujuh kelompok, dimana masing-masing kelompok ada 5-6 orang. Aku mendapat kelompok 3 dan ternyata satu kelompok dengan Sehun. Di kelompok 3 ada aku, Sehun, Daeun, Chanyoung, Minho, dan Sangmin. Kami segera berkumpul menurut kelompok masing-masing. Aku saat itu mendapat tempat duduk di samping Sehun.
"Kita harus mulai dari mana?" Sehun berbicara untuk memulai diskusi kelompok.
"Aku paling tidak bisa jika masalah cinta." Ucap Sehun polos. Teman-teman kelompok 3 hanya diam karena sedang berpikir.
"Ah, Na Ra. Kau punya ide tentang lirik lagu ini?" Tiba-tiba Sehun menoleh ke arahku sambil menunjukkan kertas kosong yang nantinya akan dibuat untuk menulis lirik lagu kami.
"Hmm, tema cinta, ya. Bagaimana kalau tentang cinta dalam diam?" Jawabku sambil memandang kertas kosong itu.
"Cinta dalam diam?"  Sehun tampak mencerna ucapanku.
"Permisi, bisakah aku duduk di sini?" Suara seseorang membuatku dan Sehun menoleh.
"Oh, Daeun. Kau sudah kembali." Aku melihat Sehun tampak begitu gembira. Mau tak mau aku harus mengalah dan bergeser tempat duduk karena memang tempat yang aku duduki adalah tempat duduk Daeun. Aku memperhatikan mereka dari samping. Mereka tampak begitu akrab satu sama lain. Dari tadi senyum di antara keduanya tak hilang-hilang. Aku tertunduk lesu. Selama diskusi, aku sama sekali tak bersemangat. Hanya sedikit ide yang aku kemukakan untuk pembuatan lirik lagu ini. Rasanya menyebalkan.
---o0o---
Ketika pelajaran dance, aku sedang mencatat beberapa materi tentang teknik dance. Sepertinya dance juga menyenangkan. Setelah ini guru sudah janji akan mengajak kami ke ruang latihan dance.  Semua murid langsung bersorak senang. Aku juga ikut senang. Mungkin teman-teman juga seperti aku, merasa jenuh berada di kelas terus.
"Tapi sebelum itu, kalian harus selesaikan dulu catatan kalian." Ucap guru Kim.
"Yaaahh, huuu…" Semua murid langsung mengeluh kesal. Aku hanya tertawa pelan melihat reaksi mereka. Saat itu aku menoleh pada Sehun. Aku melihatnya tertidur dengan pulas. Pasti ia sangat lelah di masa-masa traineenya ini. Aku segera menyelesaikan catatanku. Setelah ini aku berniat meminjamkannya pada Sehun. Bukankah dia suka sekali dance, ia tak boleh ketinggalan pelajaran ini bukan? Aku menulis sambil tersenyum. Kenapa aku jadi perhatian seperti ini padanya? Apa mungkin aku...
Berapa kalipun kau membuat hatiku resah
Tapi dirimu tetap mampu membuat semuanya kembali indah
Aku tak mengerti orang seperti apa dirimu
Tapi yang ku tahu...
Kau adalah orang yang membuatku jatuh cinta
Setelah selesai mencatat, kami semua pergi ke ruang dance. Bahkan sebelum keluar kelas, aku melihat Sehun. Dia masih saja tertidur ketika para siswa mulai berhamburan keluar kelas. Aku berniat membangunkannya. Tapi ternyata temanku yang lain lebih dulu menepuk pundak Sehun dan membangunkannya. Aku hanya tersenyum dan kemudian berlalu pergi. Ketika sudah sampai di ruang dance, guru mulai memberi instruksi.
"Baiklah, siapa yang ingin pertama maju?" Kami berpandangan satu sama lain. Masih ragu-ragu untuk menjadi yang pertama menampilkan dance. Tiba-tiba Sehun langsung maju dengan semangat.
 "Aku." Semua siswa langsung bersorak dan bertepuk tangan, bahkan aku juga. Musik berbunyi dan Sehun pun mulai menari.
"Waahh…" Aku tersenyum kagum melihat betapa kerennya Sehun. Setelah itu giliran Daeun yang menari. Ia juga sangat hebat seperti penampilan Sehun. Akhirnya satu per satu dari kami memberanikan diri maju untuk dance. Sehun dan Daeun adalah murid yang paling jago dance di kelasku. Mereka juga sama-sama menjadi trainee. Apa mungkin karena itu mereka jadi dekat?
Setelah pulang sekolah aku berniat memberikan catatanku pada Sehun. Setelah teman-temanku pulang, aku segera menuju bangku Sehun. Ia sedang merapikan bukunya dan hendak keluar.
"Sehun." Panggilku padanya. Dia menoleh ke arahku.
"Ini buku catatan dance. Kurasa saat materi kau belum mencatatnya bukan?" Aku mengulurkan buku itu pada Sehun.
"Oh, terima kasih." Ucapnya sambil menerima buku itu.
"Sehun." Suara seseorang membuat kami menoleh.
"Oh, Hyung (Panggilan kakak untuk laki-laki yang lebih muda kepada laki-laki yang lebih tua). Kau kemari?" Ucap Sehun. Aku melihat murid laki-laki sekolah ini sedang berdiri di depan pintu kelasku. Sepertinya dia kakak kelas. Aku lihat papan namanya adalah Kim Jong In.
"Ayo, kita harus segera latihan." Ucapnya pada Sehun.
"Baiklah, aku mengerti." Sebelum pergi, Sehun mengatakan sesuatu padaku.
"Na Ra, aku pergi dulu. Kau tidak pulang?"
"Iya, aku juga mau pulang."
"Baiklah, hati-hati. Sampai jumpa besok di sekolah." Sehun kemudian pergi bersama laki-laki itu. Aku memperhatikan mereka dari belakang. Mereka saling bercanda dan tampak begitu akrab satu sama lain. Apa mereka menjadi trainee di agensi yang sama?
"Siapa dia?" Tanya Kai sambil merangkul pundak Sehun.
"Teman sekelasku."
"Hanya teman sekelas? Bukan orang yang spesial?" Sehun hanya diam sambil tersenyum.
Satu tahun kemudian...
Hari ini kabar gembira datang dari salah satu siswa SOPA. Siswa itu adalah Oh Sehun. Berita ini sudah tersebar di seluruh sekolah. Ketika Sehun datang sekolah pagi ini, semua teman-teman menyambutnya dengan gembira.
"Wah, kau sudah benar-benar menjadi artis sekarang. Kau seorang Idol, Sehun." Ucap Minho sambil merangkul pundak Sehun. Sehun tersenyum senang.
"Terima kasih, ini juga berkat dukungan kalian teman-temanku." Ucapnya sambil berdiri di depan kelas. Ketika Wali kelas kami datang, beliau mengucapkan selamat atas debutnya Sehun. Semua teman-teman juga banyak yang memberinya hadiah. Bahkan adik kelas pun juga banyak yang mendatangi Sehun dan memberinya hadiah. Ada juga yang malah meminta foto dan tanda tangannya. Aku tersenyum melihatnya.
 Sekarang Sehun sudah menjadi anggota boyband yang bernama Exo di bawah naungan agensi SM entertainment. Bahkan ia menjadi maknae di boyband itu. Maknae adalah anggota dengan umur paling muda di sebuah grup boyband/girlband di Korea. Dalam Exo, posisi Sehun sendiri adalah lead dancer, rapper, maknae dan sub-vokal.
Selain Sehun, kakak kelas yang waktu itu aku lihat pernah menghampiri Sehun ketika kami masih di tingkat 1, juga menjadi anggota boyband Exo.Ternyata kini mereka satu grup. Posisinya juga sama seperti Sehun, lead dancer dan Rapper. Namun, nama panggung kakak kelas yang bernama Kim Jong In itu adalah Kai. Sedang Sehun, nama panggungnya tetap Sehun.
Sebenarnya, sudah sejak di tingkat 2 Sehun tergabung dalam boyband ini. Tapi saat itu mereka masih belum debut secara resmi. Hanya sebatas teaser dimana dalam teaser tersebut diperkenalkan anggota Exo.
Sehun diperkenalkan sebagai anggota Exo pada awal Januari, ketika itu kami berada di kelas 2 semester akhir sedangkan Kim Jong In yang waktu itu menjadi kakak kelas kami, diperkenalkan lebih dulu oleh agensi SM. Ia saat itu berada di kelas 3 semester akhir. Lalu baru sekarang ketika Sehun kelas 3 semester awal dan kakak kelas yang bernama Kim Jong In itu sudah lulus, mereka debut secara resmi sebagai anggota dari boyband Exo di bawah naungan SM entertainment.
Dulu saat acara perpisahan kakak kelas, yaitu perpisahan angkatan Kim Jong In. Banyak penggemar mereka yang datang melihat. Meskipun mereka belum debut secara resmi, tapi mereka sudah memiliki banyak penggemar. Aku yang saat itu juga menghadiri perpisahan kakak kelas, hanya bisa melihat Sehun dari jauh. Sehun saat itu duduk dengan Kim Jong In.
Aku memperhatikan sekitar. Di sana sini banyak para fans yang memotret mereka. Aku melihat Sehun lagi, Apa setelah ini kau akan tetap menjadi Sehun yang aku kenal? Atau kau akan berubah menjadi Sehun lain yang semakin jauh dari jangkauanku.
Setelah pulang sekolah, aku ingin menemui Sehun. Malam kemarin, aku sudah menyiapkan hadiah untuknya. Sebuah syal buatanku sendiri saat aku masih SMP dulu. Aku mencari Sehun di kelas, tapi ia tidak ada. Aku mengira dia sudah pulang, tapi aku melihat tasnya masih ada di kelas. Itu berarti Sehun masih berada di sekolah. Aku sudah hafal kebiasaannya. Ia pasti sedang berada di lantai atas gedung sekolah. Tempat itu adalah tempat favorit keduanya setelah ruang kelas. Aku segera berlari menuju lift.
 Sesampainya di lantai atas senyumku perlahan pudar ketika aku melihat Sehun sedang memeluk seorang gadis. Aku memperhatikan gadis itu, dia adalah Jung Daeun. Kemudian pandanganku beralih melihat kado yang aku pegang. Apa sebaiknya aku batalkan saja rencanaku untuk memberikannya pada Sehun? Aku berbalik dan berjalan gontai menuju kelas. Sesaat aku duduk dibangkuku seorang diri. Di kelas sudah tidak ada siapa-siapa. Aku meletakkan kado itu di mejaku sambil memandanginya.
---o0o---
Sehun yang berada di lantai atas tengah berbaring santai di sana. Ia memejamkan mata sambil menikmati hembusan angin. Kemudian datang seorang gadis yang duduk di sampingnya.
"Selamat atas debutmu, Sehun." Gadis itu mengulurkan tangannya pada Sehun. Sehun yang tadinya tiduran langsung ikut duduk dan menjabat tangan sang gadis.
"Terima kasih, Daeun."
"Aku iri denganmu, kau sudah bisa debut sekarang," Daeun tampak menunduk. Sehun memandang Daeun dengan sedih.
"Bertahanlah, kau juga pasti akan debut sebentar lagi." Hibur Sehun.
"Akan sampai kapan? Aku terkadang merasa lelah dan ingin berhenti." Daeun kini menangis sesenggukan.
"Kau pasti bisa, aku akan terus mendukungmu, Daeun. Aku dulu juga seperti dirimu, pernah mengalami masa-masa sulit saat masih menjadi trainee. Tapi sekarang, aku sudah bisa debut bukan? Ayo semangat Daeun. Kau pasti bisa. Bertahanlah sedikit lagi." Sehun kemudian memeluknya. Ia berusaha menguatkan hati Daeun yang sempat goyah itu. Daeun mengangguk sambil tersnyum walau air matanya masih mengalir.
"Terima kasih Sehun. Kau memang sahabatku yang paling pengertian."
Ketika Sehun kembali ke kelas untuk mengambil tasnya, ia melihat sebuah kado di atas mejanya. Sehun mengambil kado tersebut dan memperhatikannya. Saat ia buka, ada sebuah syal berwarna hijau dan kartu ucapan di dalamnya. Sehun membaca nama pengirim hadiah tersebut.
"Jung Na Ra." Ia tersenyum, lalu memakai syal itu di lehernya. Karena memang cuaca di luar sangat dingin, syal ini benar-benar berguna untuknya.
---o0o---
Waktu memang begitu cepat, tak terasa besok sudah hari kelulusan kami. Acara perpisahan diisi dengan berbagai penampilan spektakuler murid-murid SOPA. Saat itu aku berusaha mencari-cari tempat duduk Sehun. Saat aku melihatnya, aku hendak menghampiri Sehun dan duduk di sampingnya. Tapi lagi-lagi aku terlambat, Daeun lebih dulu menghampiri Sehun dan duduk di sampingnya. Akhirnya aku tetap duduk di belakang sambil melihat mereka. Dari dulu sampai sekarang, aku selalu kalah cepat dari Daeun. Menyebalkan.
"Waah, Sehun." Aku mendengar teriakan para fans Sehun. Tak berapa lama setelah itu, anggota Exo yang lain juga datang menghadiri acara perpisahan Sehun. Kai yang juga kakak kelas kami, alumni SOPA yang lulus tahun kemarin juga menghadiri acara ini. Banyak fans yang diam-diam memotret Sehun dan anggota Exo lainnya. Tapi untuk kali ini, peran utamanya adalah Sehun.
Aku hanya bisa melihat Sehun dari jauh. Ia lebih sering berbincang dengan Daeun. Bahkan aku melihat Sehun membisikkan sesuatu pada Daeun. Jarak mereka begitu dekat dan seolah-seolah terlihat seperti Sehun sedang bersandar pada bahu Daeun. Aku melihat mereka tampak berbincang mengenai album foto yang dibawa oleh Sehun. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi keduanya tampak tersenyum senang. Aku menunduk sedih. Apa sebenarnya mereka itu memliki hubungan yang istimewa?
Sehun beserta murid SOPA lainnya yang sudah berhasil menjadi idol diberikan Special Achievements Awards dari pihak sekolah. Penghargaan ini hanya ditujukan khusus untuk murid-murid SOPA yang sudah berhasil menjadi Idol. Ketika nama Sehun dipanggil untuk naik ke atas panggung, semua teman-teman yang duduk di dekatnya mendorong-dorong pundak Sehun dan menyorakinya. Sehun terlihat tersenyum malu-malu. Aku bahkan yang tadinya murung, ikut tersenyum ketika melihat ekspresi malu-malu dari Sehun.
Saat hendak turun dari panggung, kepala sekolah menghentikan Sehun dan justru menyuruh semua anggota Exo untuk naik ke panggung. Hal ini membuat sorak penonton semakin heboh. Banyak yang memberikan buket bunga untuk Sehun, tapi aku tak berani memberikannya sendiri padanya. Aku hanya menitipkan bungaku beserta kartu ucapannya bersama bunga-bunga lain dari murid-murid SOPA yang merupakan penggemar Sehun.
"Wah, banyak sekali bunga untuk Sehun." Ucap Baekhyun sambil memandangi bunga-bunga tersebut. Sehun hanya melihat sekilas lalu mengangguk. Ia tampak fokus memainkan ponselnya.
"Coba kita lihat." Suho tampak mengambil sebuah buket bunga.
"Ada kartu ucapannya juga." Ia membacakannya untuk Sehun.
"Sehun temanku, jaga kesehatanmu dan tetaplah bersinar seperti bintang. Aku menyayangimu. ^^ Jung Na Ra." Ketika mendengar nama Na Ra disebut, Sehun langsung menoleh dan merebut kartu ucapan itu dari tangan Suho.
"Jung Na Ra?" Sehun tersenyum sambil membaca kartu ucapan dari Na Ra. Ia kemudian mengambil buket bunga pemberian Na Ra dan berjalan pergi menuju kemarnya.
"Ada apa dengan anak itu?" Ucap Suho bingung. Luhan hanya melihat Suho yang kebingungan dan kemudian beralih melihat Sehun yang berjalan menuju kamarnya. Luhan tersenyum. Ia sepertinya tahu apa yang terjadi dengan teman dekatnya di Exo itu. Sehun sudah seperti adiknya sendiri, jadi Luhan paham betul kondisi Sehun saat ini. Ia kemudian mengikuti Sehun ke kamarnya.
"Apa dia seseorang yang spesial?" Tanya Luhan pada Sehun. Sehun hanya tersenyum sambil memandangi buket bunga pemberian Na Ra.
Mungkin perasaan itu tersembunyi…
Tapi senyum ini sudah cukup menunjukkan bahwa aku menyukaimu
Tetaplah menjadi bintang di hatiku
Kau dan aku…
Kita adalah cinta dalam terangnya malam
Kau dan aku…
Kita adalah cinta yang berkilau di antara semua yang kusam
Kau dan aku…
Oh Sehun dan Jung Na Ra
SARANGHAE…

SELESAI